top of page

Workshop Signifikansi Diselenggarakan untuk Museum dari Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara

  • Gambar penulis: SEAMS
    SEAMS
  • 2 Apr 2022
  • 2 menit membaca

Sebagai bagian dari Australia-Indonesia Museums Project (AIM), sebuah pelatihan online tentang pendekatan signifikansi objek museum diadakan pada tanggal 31 Maret 2022. Lokakarya ini mempertemukan dua puluh (20) peserta dari tiga belas (13) museum dari seluruh Aceh, Barat Sumatera dan Sumatera Utara. Workshop online ini diselenggarakan oleh Museum Aceh.


Andrew Henderson, SEAMS, mempresentasikan Signifikansi 2.0: Panduan untuk Menilai Pentingnya Benda dan Koleksi Warisan Budaya. Nusi Lisabilla Estudiantin dari Museum Nasional Indonesia (MNI) mempresentasikan studi kasus tentang bagaimana pendekatan signifikansi telah digunakan pada koleksi gelang Aceh dari koleksi MNI. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia mendukung persiapan dan pelaksanaan acara tersebut.


Pelatihan ini memasukkan komponen kerja kelompok dimana peserta menerapkan metode signifikansi secara langsung pada lima objek koleksi Museum Aceh, kemudian mempresentasikan hasil kajiannya di sesi akhir pelatihan.


Objek-objek tersebut antara lain:


Rencong Meupucok: jenis Rencong, yang pada gagangnya terdapat ujung yang biasanya terbuat dari emas.


Lonceng Cakra Donya: Lonceng yang berasal dari kapal perang Sultan Iskandar Muda bernama "Cakra Donya" dan merupakan hadiah dari Laksamana Cheng Ho saat berkunjung ke Nusantara pada tahun 1414 M.


Lempengan Emas Makam Sultan Iskandar Tsani: Beberapa lempengan emas berbentuk bunga dan daun, berfungsi sebagai hiasan makam Sultan Iskandar Tsani yang ditemukan oleh tim pusat penelitian arkeologi nasional pada tahun 1977 di Kandang Gunongan, Banda Aceh.


Kupiah Meukeutob: Dahulu kupiah adat Aceh ini hanya bisa dikenakan oleh kepala adat tetapi sekarang sudah biasa dipakai oleh laki-laki Aceh pada upacara-upacara tradisional.


Rumoh Aceh: rumah adat Aceh yang dibangun oleh F.W. Stemmeshaus pada tahun 1914 untuk mengikuti festival kolonial (De kolonialle teenstooling) di Semarang, kemudian diangkut ke Aceh dan menjadi Museum Aceh.



AIM Project didanai oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi dan pemerintah Australia melalui Australia-Indonesia Institute dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT). #aimproject #australia #indonesia #museumworkshops

Comments


Asset%2041_edited.jpg
Hubungi kami

Terima kasih atas pesan Anda!

The AIM Project acknowledges the traditional owners of the country throughout Australia and we pay our respects to their elders, past and present.

The AIM Project is made possible through grant funding from the Australia-Indonesia Institute of the Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) and the Ministry of Education, Culture, Research and Technology of the Republic of Indonesia.

  • facebook
  • instagram

© 2021 by SEAMS. All rights reserved.

bottom of page